#KawalPutusanMK

Beberapa hari ini, hiruk-pikuk dunia perpolitikan dan demokrasi tengah panas. Salah satu hal yang ramai hari ini adalah dengan maraknya lambang Garuda, berlatarkan warna biru dengan tulisan PERINGATAN DARURAT.

Sekarang pertanyaannya, apa maksud dari Peringatan Darurat tersebut?

Secara sederhananya, beberapa waktu lalu, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan dua putusan, yakni pertama, membatalkan perubahan batas usia calon kepala daerah yang dulu ramai diperbincangkan di Mahkamah Agung. Kedua, mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Gelora mengenai threshold dari 20% menjadi 7,5 %

Lantas, apa terjemahan dari hal di atas?

Terjemahan dari hal di atas adalah, putusan Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa PDI-P ataupun partai kecil lainnya dapat mengusung calon gubernur. Bukan hanya berbicara di Jakarta saja, melainkan di daerah lainnya turut membersamai. Meskipun tidak mempunyai kursi di DPRD.

Selanjutnya, Kaesang tidak dapat mencalonkan diri menjadi gubernur. Sebab, terhalang oleh usia. 

Lantas, dimana letak urgensi atau kedaruratannya?

Menurut beberapa pakar hukum, putusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh dianulir. Sebab, putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan yang inkrah. Apabila fenomena tersebut terjadi, maka konstitusi sudah diobrak-abrik.

Oleh sebab itu, hal tersebutlah yang dianggap darurat. Apabila dianulir, maka PDI-P, Mas Anies ataupun Mas Ahok tak dapat maju pada pilkada kali ini. 

Dilansir dari detiknews, bapak Presiden sendiri pernah berkata, “Putusan MK final dan mesti dihormati.” 

Esensinya, ini bukanlah perihal Mas Anies, Mas Ahok, PDI-P ataupun sakit hati pada pilpres lalu. Melainkan, ini pembicaraan ihwal hukum yang tengah diobrak-abrik. 

Apabila hukum dewasa ini tengah diobrak-abrik, maka kedepannya, hukum dapat dengan mudah dirusak-rusak.

“Kami berdoa kepada Tuhan yang maha esa untuk keselamatan seluruh rakyat Indonesia.”

#KawalPutusanMK

#MahasiswaBerhakKritis