Presiden Berkampanye dan Memihak, Emang Boleh ?

 


Pada 24 Januari 2024, dalam wawancara di Pangkalan TNI AU Halim, Jakarta, kita dipertontonkan mengenai statment Presiden Jokowi Dodo yang penuh sensasi ditengah memanasnya Pemilu 2024. Beliau mengatakan, "Presiden boleh loh kampanye, boleh loh memihak. Menteri juga boleh, yang tidak boleh ialah berkampanye menggunakan fasilitas negara."


Tentunya statment tersebut menyulut kontroversi. Memang tak ada aturan yang dilanggar, namun etika dan akal budi publik sudah dikerdilisasi. Etika yang menuntut peran sosok kepala negara sebagai seorang negarawan ialah mampu menjaga jarak, dapat berbuat adil dan menjamin Pemilu berjalan LUBER JURDIL. Akal budi yang membuat kepala negata tak melakukan manipulasi apalagi bertindak curang, tapi statment tersebut terlanjur sudah terlontar, dibela oleh kalangan istana dan disetujui para pendukungnya. Statment tersebut telah menjadi sebuah sejarah, karena dilontarkan dalam situasi dan kondisi yang begitu muramnya demokrasi kita saat ini. Sebuah harapan terhadap Pemilu yang LUBER JURDIL pun porak-poranda jika Presiden sendiri ingin turut berpartisipasi aktif. Implikasinya dapat diduga jikalau statment tersebut meluas kemana-mana, maka kita akan membawa Pemilu 2024 dalam situasi sebagai berikut:


Pertama, Kecurangan. Kecurangan yang sudah mulai terjadi akan makin marak dan jelas tampaknya. Kecurangan yang bermula pada keputusan MK akan menjadi sebuah praktek yang ditoleransi secara serta-merta. Sebab tiap kecurangan tak dapat diberi sanksi akan membuat tiap orang tidak mengindahkan aturan. Statement Presiden telah membuat dirinya seperti seorang politisi lain yang tengah bertarung meraih dukungan dan hendak mendapatkan kemenangan. Statment tersebut dapat menjadi sebuah api yang menyulut kecurangan dan memposisikan Presiden bukan lagi sebagai sosok negarawan yang berada diatas semua paslon. Statement itu hanya menebalkan sebuah fakta bahwa Pemilu 2024 akan ditambah meriah dengan cawe-cawenya Presiden.


Kedua, Ketidaknetralan. Statment tersebut hanya menyuguhkan Presiden tak mampu berdiri sebagai sosok pemberi tauladan. Bagaimana mungkin menjadi para aparatur dibawahnya bersikap netral jika Presidennya saja menyatakan dirinya sendiri boleh memihak. Dalam sistematisasi politik di Indonesia dimana kekuasaan Presiden itu penuh, absolut dan mempunyai kewenangan luas, tentunya keberpihakan tersebut dapat membahayakan posisi birokrasi. Para aparatur negara tentu akan sulit membedakan posisi Presiden sebagai individu atau sebagai atasan tertingginya. Statement Presiden hanya akan membuat birokrasi makin mudah dipolitisasi hingga mengisolasikan diri dari posisi kelembagaannya yang netral. Jika ketidaknetralan tersebut terjadi secara inklusif, kita akan berhadapan dengan polarisasi politik yang lebih membahayakan ketimbang Pemilu pada masa sebelumnya: rakyat berhadapan dengan kekuasaan yang tak mampu mengambil peranan netral.


Ketiga, Keberpihakan. Sejak Samsul (Gibran) menjadi wapresnya Gemoy (Prabowo), tentu orang-orang kuatir Presiden tak mampu bersikap sebagai sosok negarawan. Kekuatiran tersebut mampu ditepis dengan statement Presiden bahwa dirinya akan tetap netral. Tapi, seiring berjalannya waktu, eksistensinya menjadi berubah saat Presiden mengatakan dirinya berhak untuk mendukung salah satu paslon. Kalimat tersebut membuat Pemilu menjadi pertarungan paslon yang tak balance, fair fan menarik untuk disuguhkan dan dinikmati. Pemilu meluncur menjadi sebuah keinginan Presiden supaya anak kesayangannya memenangkan Pemilu dengan berupaya untuk mengalahkan kedua paslon lainnya. Sungguh ironis ketika Presiden Jokowi Dodo muncul karena iklim demokrasi kini karna dirinya sendiri yang akan membunuh rahim demokrasi kita. Keberpihakannya membuat Presiden mengubur sejarah dirinya sebagai seorang demokrat dan negarawan. Keberpihakannya telah mengotori pesta demokrasi yang harusnya berjalan secara lebih LUBER JURDIL.


Keempat, Rusaknya Demokrasi. Statement tersebut membuat demokrasi kehilangan makna dan esensi. Demokrasi entah itu dalam artian prosedur maupun cita-cita bagaimana sih politik itu direalisasikan dilindas dengan simplenya. Jika Presiden ingin turut campur, itu artinya sulit sekali perealisasian Pemilu berjalan secara LUBER JURDIL. Karena apa? Karena pasti ada ketidakseimbangan yang lebar antara yang didukung oleh Presiden dengan yang tidak memperoleh dukungannya. Demikian pula akan begitu mudah praktek korupsi dan manipulasi dilakukan, karena instrumen negara sulit untuk mengenali mana saat Presiden itu menjadi Personal dan mana saatnya sebagai pejabat. Kita juga akan kesulitan untuk menetapkan kriteria kapan sih dirinya sebagai kepala pemerintahan yang harusnya netral dan kapan dirinya menjadi seorang bapak dari seorang anak. Demokrasi bukan sekedar menghasilkan pemerintahan dan aturan hukum, namun bagaimana metode demokrasi tersebut yang membuat aturan hukum untuk mengejawantahkan value-value keseteraan, fairness atau penentuan diri.


Kelima, Menghilangkan legitimasi pemenang. Sungguh memalukan jika kemudian paslon yang didukung Presiden menang, entah itu melalui satu putaran ataupun dua putaran. Karena kemenangannya akan tetap "cacat", sebab didukung oleh Presiden yang idealnya netral, namun menang karena cawe-cawe Presiden yang mempunyai instrumen pendukung yang begitu luar biasa dan menang karena prosedur yang tak demokratis. Kemenangan palsu akan memberikan beban moral sekaligus beban mandat. Beban moral karena cacat value dan beban mandat karena cacat prosedur. Dijantungnya demokrasi ada sebuah value prinsip yang menjadi roh pemerintahan, partisipasi rakyat dan kesetaraan martabat (bukan martabak). Melalui dukungan Presiden, partisipasi tersebut menjadu praktek mobilisasi yang dibonekakan dengan metode curang dan kesetaraan yang mustahil terjadi, karena dari awal Presiden melibatkan diri dalam kontestasi dan pesta demokrasi. Sungguh miris jika masa depan pemerintahan digenggaman pemenang Pemilu yang curang.


Berikan opini random anda pada kolom komentar dibawah, ya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamat Sempro

Seminar Proposal Skripsi Ku

Selamat Ulang Tahun Sayang