Si Paling Benar

Dalam kehidupan, ada satu hal yang menyenangkan, yakni merasa paling benar. Akan tetapi, di balik kesenangan tersebut, terdapat sederet bahaya yang menyertainya, salah satunya adalah membuat seseorang berhenti belajar. Kadangkala, seseorang tak sadar, merasa serba tahu itu, memang terasa menyenangkan sekali. Akan tetapi, dari sanalah ego mulai menggerogoti telinganya, hingga tertutup telinganya. Semakin sering seseorang merasa dibenaknya, “ aku yang paling benar ”, maka semakin mengecil pula space untuk tumbuh terbuka. Disparitas perspektif yang menjadi debat kecil, justru tumbuh menjadi debat panjang akibat salah satu pihak tidak mau mengalah. Mengapa demikian? Sebab, dua kalimat berikut acap kali mengeruhkan pikiran kita, yakni “ Jikalau aku mengalah, berarti aku kalah dong! ”, dan “ Perspektif ku punya dasar dan terverifikasi, hanya dia saja yang tidak mengerti ”. Padahal, banyak yang berawal dari perselisihan kecil itu lahir bukan disebabkan siapa yang benar ataupun salah, tapi dis...