Persyaratan Suci Membatasi Demokrasi
Persyaratan Suci pencalonan Ketua dan Wakil Ketua Senat Mahasiswa (SEMA) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) di STAI Darul Ulum Kandangan menuai kontroversi dan tanda tanya khalayak. Pasalnya begitu banyak redaksi yang multitafsir dan terkesan meredupkan nilai-nilai demokrasi. Ada apa dengan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPU-M) STAI Darul Ulum Kandangan? Apakah mereka di intervensi? Atau justru mereka berafiliasi dengan?
Pada 31 Januari 2024 - Kamis, 1 Februari 2024 telah digelar MUSMA (Musyawarah Mahasiswa) di STAI Darul Ulum Kandangan. Terdapat sederet kontroversi yang turut membersamai acara tersebut. Pasalnya acara tersebut direalisasikan begitu sat-set dan para peserta acara tersebut pun turut dibatasi. Padahal jika kita mencermati diksi dari MUSMA, maka akan kita dapati beragam tafsiran. Namun secara umum, tafsirannya berorientasi pada (seluruh mahasiswa), bukan hanya perwakilan organisasi mahasiswa (ormawa). Selain itu, beberapa dari mahasiswa yang menjadi peserta pada MUSMA juga tidak paham dengan konsepnya. Beberapa dari bahan materi MUSMA pun terkesan telah dirubah, padahal seharusnya prosesi pengubahannya dilakukan dalam forum MUSMA, bukan pada forum MUSDEM apalagi entitas (oligarki).
Pada Senin, 5 Februari 2024 di Instagram @kpum.staidukdg telah rilis Pendaftaran, Persyaratan dan Ketentuan Pencalonan Ketua dan Wakil Ketua SEMA, DEMA dan HIMA. Setelah dicermati dengan seksama, ternyata begitu banyak redaksi persyaratan yang tuai kontroversi dan tanda tanya. Pasalnya ada beberapa persyaratan yang membuat seolah-olah mensucikan dan membatasi demokrasi. Kita ketahui bersama, proses demokrasi dalam pencalonan maupun pemilihan Ketua dan Wakil Ketua yang dimaksud disini, seharusnya menjadi cerminan dari value-value demokrasi yang sepatutnya dijunjung tinggi. Namun, betapa ironisnya persyaratan yang sangat suci (kompleks) dan seolah-olah membatasi demokrasi justru malah diaplikasikan. Sehingga memunculkan kritik dan tanda tanya. Apakah proses ini betul-betul mencerminkan optimisme demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi di lingkungan kampus?
Sebagai bagian dari masyarakat akademis, mahasiswa seharusnya diberikan peluang yang fair dan balance untuk turut andil dalam proses demokrasi kampus. Namun, dengan adanya persyaratan yang begitu suci dan membatasi, justru dapat menghambat partisipasi mahasiswa yang seharusnya hal ini menjadi pilar prioritas dalam proses demokrasi kampus. Persyaratan yang suci dengan tingkat kerumitan yang tak sebanding dengan manfaat yang dihasilkan telah meredamkan api-api demokrasi yang seharusnya menjadi pondasi utama dalam proses pencalonan maupun pemilihan. Alih-alih memperluas partisipasi dan melahirkan sosok pemimpin yang mewakili beragam fikrah dan aspirasi mahasiswa, ruang kita malah dibatasi untuk terlibat dan berkontribusi di SEMA maupun DEMA.
Persyaratan yang begitu suci ini bukan hanya menghalangi akses bagi para calon yang mungkin mempunyai potensi besar, namun juga melahirkan rasa intimidasi yang tidak diperlukan. Sebagian besar mahasiswa yang ingin berpartisipasi dalam proses kepemimpinan, akan merasa terbebani oleh persyaratan yang mengharuskan mereka untuk memenuhi kriteria yang sulit dipenuhi. Hal ini secara langsung meniadakan hak mahasiswa untuk merasakan demokrasi dalam wujudnya yang sebenarnya, yaitu kebebasan untuk berpartisipasi tanpa hambatan yang berlebihan. Oleh karena itu, ketika aspirasi mahasiswa tidak difasilitasi mereka, maka sudah waktunya untuk menyatakan sikap dan kritik konstruktif terhadap sistem ini dan mengadvokasi transformasi yang lebih inklusif. Transformasi tersebut haruslah berorientasi pada penyederhanaan persyaratan pencalonan, pembukaan ruang yang lebih luas bagi mahasiswa, dan memastikan pencalonan maupun pemilihan pemimpin kampus tidak lagi menjadi monopoli dari segelintir individu yang memenuhi kriteria suci ini.
Maka dengan ini, aliansi mahasiswa STAI Darul Ulum Kandangan menyatakan sikap kepada KPU-M STAI Darul Ulum Kandangan untuk memerhatikan hal berikut:
• Merevisi dan menjelaskan kembali tentang Persyaratan Pencalonan Ketua dan Wakil Ketua Senat Mahasiswa (SEMA) STAI Darul Ulum Kandangan Periode 2024/2025:
1. Persyaratan poin 1 dan 2: Apa perbedaan antara Taat kepada Tuhan YME dengan Berakhlak Mulia? Jika seseorang taat kepada Tuhan YME, maka sudah dapat dipastikan berakhlak mulia. Kenapa tidak dijadikan satu saja? Misalnya, Taat kepada Allah SWT.
2. Persyaratan poin 5: Jika kita melihat persyaratan pencalonan ketua dan wakil ketua DEMA poin kelima, lalu kita bandingkan dengan persyaratan pencalonan ketua dan wakil ketua SEMA poin kelima, maka kita akan menemukan kejanggalan. Kenapa IPK dalam persyaratan pencalonan ketua dan wakil ketua SEMA lebih rendah (IPK 3, 25) ketimbang IPK dalam persyaratan pencalonan ketua dan wakil ketua DEMA (IPK 3, 50). Apakah ada salah satu paslon SEMA yang nilai IPK nya rendah?
3. Persyaratan poin 7: Bagaimana cara untuk mengetahuinya? Apakah ada tes wawancara atau tes tertulis terlebih dahulu?
4. Persyaratan poin 8 dan 11: Bagaimana cara untuk mengetahuinya? Apakah ada surat integritas yang disediakan dan memakai materai?
5. Persyaratan poin 13: Redaksi Memaparkan artinya menjelaskan. Kenapa tidak memakai diksi "Mempunyai" atau dirubah diksinya menjadi "Visi dan Misi" saja?
6. Persyaratan poin 15: Bagaimana cara membuktikannya? Sebaiknya hapus saja, karena sudah ada pada poin 6.
7. Persyaratan poin 10 dan 16: Bisa digabungkan, karena makna dari redaksi tersebut hampir sama dan menghindari pemborosan kata.
• Merevisi dan menjelaskan kembali tentang Persyaratan Pencalonan Ketua dan Wakil Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) STAI Darul Ulum Kandangan Periode 2024/2025:
1. Persyaratan poin 2: WKM tidak ada dalam materi MUSMA 2024, dan pada kepengurusan DEMA tahun ini tidak ada melaksanakan WKM. Seharusnya, segala persyaratan seperti PKMD dan WKM ini patut dipertimbangkan dengan memerhatikan kondisional dilapangan. Jika tidak ada dibahas dan dilaksanakan, maka hapus saja.
2. Persyaratan poin 3: Poin ini kontradiksi dengan bahan materi MUSMA. Dalam bahan materi MUSMA tidak ada mencatumkan diksi (salah satu dari ketiganya). Apakah ini juga salah satu strategi dari KPU-M untuk meloloskan salah satu paslon yang belum BKK?
3. Persyaratan poin 4: Dalam bahan materi MUSMA, IPK hanya 3,2 dan tidak ada perubahan. Namun, mengapa dalam persyaratan tiba-tiba berubah menjadi IPK 3,5 ? Padahal jika kita lihat dalam bahan materi MUSMA BAB IX Pasal 19 tentang Musyawarah Mahasiswa (MUSMA) poin b; MUSMA memegang kekuasaan tertinggi organisasi. Apakah ini strategi KPU-M untuk meloloskan salah satu paslon?
4. Persyaratan poin 6: Bagaimana cara mengetahui mengonsumsi atau tidak? Apakah paslon harus melakukan pengecekkan terlebih dahulu ke rumah sakit untuk mendapatkan bukti fisiknya? Kita tau bahwa untuk mendapatkan bukti tersebut tidaklah murah, dan hal ini justru malah memberatkan seseorang yang hendak mencalon. Sebaiknya dihapus saja, karna ini sungguh memberatkan jika dimintai bukti fisiknya.
5. Persyaratan poin 7 dan 15: Mirip. Sebaiknya digabung menjadi satu saja.
6. Persyaratan poin 8: Bagaimana cara untuk mengetahuinya? Sebenarnya redaksi ini dapat digabungkan menjadi satu dengan poin 9, supaya tidak menjadi pemborosan kata.
7. Persyaratan poin 12: Bagaimana cara untuk mengetahuinya? Apakah ada disediakan surat integritas dan bermaterai? Redaksi poin 12 ini biasanya dijumpai pada naskah sumpah pelantikan.
Terakhir, materi MUSMA 2024 tidak memakai materi tahun sebelumnya dan banyak poin-poin yang berbeda dengan hasil MUSMA.
Oleh karena itu, waktunya untuk mentransformasi semua sistem ini. Mari kita basmi "Politik Dinasti dengan menghalalkan segala cara" di organisasi mahasiswa STAI Darul Ulum Kandangan.
#pilihoposisilawanoligarki
Komentar
Posting Komentar