Idealisme; Kemewahan Terakhir Yang Dimiliki Pemuda
Idealisme yang kita miliki saat ini diyakini dan dipercaya menjadi ada atas realitas yang secara faktual yang dapat didengar, dilihat dan dirasakan bahkan dialami. Kesemua rasa secara inderawi ini lalu ada sebuah rasa empati. Itulah pelabuhan awal kesadaran kita sebagai inisiator atau maestro revolusioner.
Pengaplikasian diksi-diksi kritik, protes dan bahkan luapan kemarahan yang dipropagandakan, janganlah dirisaukan. Manifestasikan bahasa apapun sebagai ekspresi atas sikap kemarahan, sebab penguasa tak akan pernah mendengar bahasa halus yang dipropagandakan. Tak perlu terlalu pintar guna berdebat dengan orang-orang jago dilingkungan istana. Toh, para pejuang kemerdekaan bangsa ini saja banyak juga yang hanya bermodalkan selembaran atau pamflet yang mereka tempelkan di jalan-jalan. Para pejuang pun juga hanya bermodalkan bambu runcing dan bahkan mengisi badannya dengan ilmu kebal. Kitalah pejuang-pejuang yang tak bernama.
Pemerintah yang dipilih secara demokratis, bukan berarti bebas kesalahan, selalu benar dan bahkan tak boleh dikritik. Antitesanya, pemerintah sipil demokratis yang paling banyak berbuat kesalahan atas nama legitimasi mayoritas.
Plato dan Socrates sedari awal menolak demokrasi sebagai sebuah sistem yang bobrok, sebab hal demikian hadir lewat penguasaan gerombolan-gerombolan pemilik akses dan privillage tanpa ideologi, kecuali dikepala dan perut mereka berisi profit maupun benefit ekonomi.
Demokrasi tanpa penegakan hukum, bukanlah demokrasi. Melainkan ke-rancuan dan anarkis. Pemerintah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat bukan saja terpenuhinya keperluan sekunder maupun primernya. Namun, sejatinya demokrasi parameter utamanya ialah penegakkan hukum, keadilan hukum dan perlindungan hukum.
Rakyat selalu dapat mengupayakan dan mempunyai metode guna memenuhi keperluannya. Namun, rakyat malah disuguhkan ke-bobrokkan penguasa dengan utang luar negeri ugal-ugalan yang diatasnamakan mereka dengan dalih demi kesejahteraan publik. Kekuasaan sekecil apapun dapat membuat setiap orang terlena sekejap mata.
Dalam struktur kekuasaan selalu ada sosok Fir'aun, Qarun, Haman dan Balam. Fir'aun merupakan kekuasaan yang menindas (dalam pengertian makro), sebab Fir'aun juga membangun infrastruktur dan proyek-proyek mercusuar (piramid dan sphinx) yang hingga detik ini masih berdiri. Tak perlu seangkuh Fir'aun guna setara dengannya, cukup dengan banyak berbohong, maka seorang penguasa sah sebagai sosok maestro tersebut. Berbohong itu tak mesti dilakukan secara verbal, antara janji dan pencapaian yang tak relevan pun itu sejatinya kebohongan.
Setelah Fir'aun, maka teman-teman lainnya ialah Qarun. Kaum kaya raya yang kerap mendapatkan profit dari kekuasaan Fir'aun, bahkan kerap mendukung keputusan penguasa menteri-menterinya dan saudagar.
Kemudian, ada pula Haman. Intelek, cerdik, pandai yang mengaplikasikan literatur apa saja demi keberlanjutan kekuasaan tersebut. Terakhir ada Balam, kaum agamawan dengan segala otoritas dan teks teologis yang membenarkan kekuasaan yang korup.
Semoga dapat dicerna secara cermat dan tepat.
Berikan komentar Anda dibawah, ya.
Komentar
Posting Komentar