Belajar Politik
Ditengah ramainya masa kampanye Pemilu 2024, mari kita membekali diri dengan Belajar Politik. Bukan hanya kita yang perlu belajar politik, namun Mas Gibran dan Mas Kaesang pun perlu ikut juga dalam belajar politik.
Dua putera Presiden tersebut mengikuti jejak sang bapak. Bukan hanya sebagai politisi, namun juga sebagai lapisan elite yang punya posisi strategis. Mas Gibran menjadi cawapres, sedangkan Mas Kaesang menjadi Ketum PSI. Mas Gibran bahkan sempat disejajarkan dengan Sutan Sjahrir. Mas Kaesang dipuji sedemikian rupa oleh para pendukung loyalnya. Tapi, keduanya tak pernah lepas dari tuduhan "politik dinasti".
Kapabilitas dan empiris politiknya yang masih minim menjadi suatu hal yang "mudah" guna menjadi sasaran panah kritikan. Itu sebabnya begitu krusial untuk membekali dua anak muda tersebut denhan pelajaran politik yang sebenarnya. Sehingga mereka dapat tampil menjadi politisi yang disegani, dihormati dan mempunyai pemikiran yang tajam. Pada akhirnya, saya akan membawa para pembaca untuk membaca suguhan tentang apa sih yang perlu Mas Gibran dan Mas Kaesang ketahui perihal Politik? Namun, para pembaca dapat pula mengambil sebuah tebaran manfaat yang telah saya gores dalam pembahasan ini.
Kita mulai dari "apa sih itu politik?" Politik itu kreativitas meraih atau mempertahankan kekuasaan dan keunggulan kekuatan. Pengertian tersebut merupakan pengertian yang pas untuk disampaikan kepada mereka. Karena hal tersebut memang yang mereka lakukan. Mereka berdua membiarkan bapaknya menganiaya demokrasi dan mempertahankan kekuasaan melalui beragam macam cara. Terutama cara mengangkat kedua putranya menjadi tokoh politik utama.
Selanjutnya, kira-kira siapa guru yang pantas untuk keduanya selain bapaknya? Thomas Hobbes sangat relevan jadi guru mereka. Karena Hobbes mengatakan bahwa manusia tak pernah mengenal kata cukup. Tak cukup hanya menjadi anak Presiden, tak cukup hanya jualan martabak, tak cukup hanya menjadi walkot. Manusia dipenuhi oleh hasrat dan nafsu guna berkompetisi, karena ada tiga keinginan yang memicunya, yakni pertahanan untuk rasa aman, dan kejayaan. Maka dari itu, manusia akan saling bertarung hingga membentuk sebuah kontrak sosial.
Tokoh yang mungkin keduanya tak tau ialah Jendral Pericles. Beliau pernah berpidato, "kita hidup dalam pemerintahan yang tak meniru tetangga, bentuk pemerintahan kita disebut demokrasi karena dijalankan atas dasar kepentingan orang banyak, bukan demi entitas kecil. Hukum kita menjamin kesetaraan hak bagi semua dalam sengketa, namun jabatan publik didasarkan pada keunggulan dan terutama ditentukan oleh prestasi, bukan gilirian.
Ada sebuah buku yang menarik untuk dibaca, apalagi untuk mereka. Buku tersebut ialah Politik Kerakyatan karya Niccolo Machiavelli. Subtansi dari buku tersebut ada memuat statment yang krusial, yakni mengapa sulit bagi masyarakat yang sudah busuk oleh korupsi berubah menjadi masyarakat berjiwa bebas? Jikalau pranatanya saja sudah rusak karena korupsi, maka perbaikan melalui undang-undang sama sekali tak relevan dan tak bermanfaat lagi. Dalam memilih pemimpin yang utama itu bukanlah usia apalagi keturunan, namun keutamaan.
Kira-kira apa yang perlu mereka urus? Keadilan lah yang utama mereka urus. Mengapa musti keadilan? Karena tujuan dari keadilan hanya tunggal, yakni mencegah sikuat menindas si lemah. Jikalau mereka ingin betul-betul menjadi politisi yang bermutu, sebaiknya urus ini saja.
Mungkin itu yang dapat disuguhkan untuk mereka dan untuk kita semua. Perlu di ingat, saya bukan buzzer. Saya hanya rakyat jelata yang ingin keinginan masyarakat kembali seperti hal yang kita inginkan, yakni meratanya keadilan dan kesejahteraan.
Berikan opini random anda pada kolom komentar dibawah, ya.
brp dibyr wk
BalasHapusanjoy
BalasHapus