UMKM Sedang Sekarat ?!
Beberapa minggu yang lalu, pasar tradisional, seperti pasar Tanah Abang, pasar Amuntai, dan lain-lain, mengalami sepi pembeli. Perlahan tapi pasti, bentuk diksi yang tepat guna menggambarkan kondisi UMKM di Indonesia saat ini adalah "gulung tikar".
Ramai di medsos tentang keluhan para pedagang yang kini kalah bersaing dengan para segerombolan artis. Kondisi itu disinyalir karena pedagang merasa ditikung oleh para artis-artis yang mulai membuka jualan di TikTok.
Kira-kira, tau nggak? berapa omzet yang mereka dapat ketika sekali live di TikTok?
1. dr. Richard Lee: Rp. 41 Miliar.
2. Ruben Onsu: Rp. 16 Miliar.
3. Rafi Ahmad: Rp. 7 Miliar.
4. Baim Wong: Rp. 600 Juta.
Dan lain-lain.
Rasional nggak sih? Dalam satu hari atau beberapa jam saja, mereka bisa meraup uang sebanyak itu?! Hal tersebut terjadi karena mereka disupport oleh algoritma TikTok dan mempunyai banyak followers.
Lantas, bagaimana nasib jika ada UMKM yang sedang berjuang untuk berjualan online, seperti halnya para artis tersebut, namun hasilnya tetap nihil?
Setelah ramainya isu beberapa pasar offline mengalami sepi pembeli akibat adanya TikTok Shop, Menteri Perdagangan (Bapak Zulhas) mengatakan eksistensi medsos sekaligus e-commerce RESMI DILARANG. Hal tersebut selaras dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan No. 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Aturan tersebut merupakan revisi Permendag No. 50 Tahun 2020. Adapun contoh sosmed yang sekaligus menjadi e-commerce saat ini adalah TikTok. Yang pada mana dalam satu aplikasi tersebut juga bisa dilakukan transaksi perdagangan melalui fitur TikTok Shop (Keranjang Kuning).
Dalam Permendang 31 Tahun 2023, sosmed hanya diperbolehkan menjadi PLATFORM PROMOSI. Social commerce hanya akan memfasilitasi promosi barang atau jasa, dan dilarang menyediakan transaksi pembayaran. (Dilansir dari postingan Instagram @detikcom).
Tak lama berselang adanya kebijakan tersebut, TikTok Indonesia mengklaim bahwa ada 6 juta pedagang bisa rugi gara-gara medsos dilarang jualan. "Keputusan tersebut akan berdampak pada penghidupan 6 juta penjual dan hampir 7 juta kreator affiliate yang menggunakan TikTok Shop." (ujar, Perwakilan TikTok Indonesia).
Pihak TikTok mengaku menyayangkan kebijakan yang telah diumumkan tersebut. Meskipun begitu, TikTok mengatakan tetap menghormati kebijakan tersebut. (Dilansir dari postingan Instagram @detikcom).
Tidak mengapa mengorbankan 6 juta pedagang tersebut, daripada harus mengorbankan ± 60 juta pedagang offline. Setuju nggak?
Statementnya 6 juta pedagang, kira-kira pedagang yang mana nih? Perasaan yang jualan, cuma itu-itu doang orangnya wkwkwk.
Terlepas dari semua pro dan kontra tersebut, medsos merupakan wadah para konten kreator, bukan wadah untuk penjual. Jikalau mau jualan, silahkan download aplikasi seperti tokped, shopee, lazada, dan lain-lain.
Bagaimana menurut anda? Berikan opini random anda, pada kolom komentar dibawah ini, ya 🙌🏻
Komentar
Posting Komentar