Inovasi Permen sebagai Uang Kembalian
Di zaman yang hampir serba digital seperti saat ini, segala sesuatu hampir serba satsetsatset dan cepat, misalnya saja dalam hal transaksi keuangan. Dalam beberapa tahun terakhir, penulis maupun pembaca pasti telah menyaksikan sebuah inovasi yang unik dan menarik terkait uang kembalian dalam bentuk permen atau orang banjar kalsel biasa menyebut permen dengan sebutan gula batu atau gulali. Inovasi tersebut bisa jadi hal menarik perhatian kaum-kaum milenial, karena banyak dari mereka yang menyukai sesuatu yang berbeda dan unik.
Jadi, penulis ataupun prospek sipembaca, pasti hampir menemukan seluruh supermaket, kios, atau pusat perbelanjaan besar maupun kecil yang mengimplementasikan sistem pengembalian uang belanja dengan menggunakan permen atau produk lain yang ekuivalen nilainya apabila tidak ada uang receh atau kecil. Nah, hal tersebut kebiasaan digunakan tanpa adanya persetujuan dari pihak konsumen atau pembeli. Sehingga praktek dan konsep tersebut menjadi biasa dan amat lazim direalisasikan.
Dalam buku Pintar Halal Haram Sehari-hari yang ditulis oleh Atiqah Hamid, dijelaskan bahwasanya prinsip an-taraadhin dan al-‘urf bisa kita implementasikan secara bersamaan. An-taraadhin ini merupakan sebuah prinsip, yakni suatu transaksi terjadi berdasarkan ikhlas dan saling ridha. Definisi ridha disini harus direalisasikan before transaksi dan bukan setelahnya. Lalu bagaimana jika dilakukan seteah transaksi, kemudian sikonsumen atau pembeli ini merasa tidak rela karena sipenjual tidak mengembalikan uangnya secara utuh? Maka kegiatan tersebut hukumnya haram. Lalu bagaimana jika sipenjual ini kesulitan dalam menyediakan uang kembalian sebelum pembayaran berlangsung? Maka sipenjual secara terus-terang harus mengatakan, “kami tidak memiliki persedian uang kecil untuk kembalian. Orang banjar kalsel biasanya mengatakan hal tersebut dengan kalimat kadada angsulannya nah. Apabila anda (sipembeli) bersedia, kami akan berikan dalam bentuk suatu barang yang berharga, tapi jika anda tidak bersedia, anda boleh tidak membeli barang kami.”
Nah, cara tadi adalah cara yang bijaksana dan adil bagi kedua bekah pihak. Sipenjual tidak boleh semenamena atau tiba-tiba saja memberikan permen ataupun barang berharga lainnya yang setara dengan pengembalian pembelian sipembeli. Lalu ada yang namanya ‘urf, ‘urf merupakan kebiasaan yang sering terhadi dikalangan masyarakat luas, meskipun sering kali kurang memenuhi kriteria syar’i. Misalnya, kebiasaan mengenai pemberian bungkus plastik saat kita berbelanja. Jadi, sipenjual memberikan kantong bungkus pastik untuk belanjaannya kepada sipembeli, meskipun secara transaksi kegiatan tersebut tidak termasuk jual-beli.
Di Indonesia, undang-undang yang mengatur mengenai permen sebagai uang kembalian belum ada. Namun, terdapat beberapa aturan yang berkaitan dengan penggunaan permen sebagai uang kembalian dalam perdagangan. Sebagaimana pada undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang. Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI) Marlison Hakim mengatakan, penggunaan uang rupiah sebagai alat transaksi pembayaran di wilayah NKRI telah diatur pada pasal 21 UU Mata Uang. "Untuk menjaga agar pengaturan Pasal 21 ayat (1) dipatuhi dan efektif berlaku, maka pembuat UU memasukkan pengaturan sanksi bagi mereka yang bertransaksi tidak menggunakan mata uang rupiah atau menggunakan mata uang selain rupiah," kata Marlison kepada detikcom, Sabtu (18/3/2023).
Lalu, untuk rumusan sanksi pidana selanjutnya diatur dalam Pasal 33 ayat 1 UU Mata Uang. Dalam UU ini disebutkan setiap orang yang tidak menggunakan rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran. Kemudian penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang dan atau transaksi keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200.000.000. Hayyoo masih mau lagi untuk menggunakan permen sebagai alat uang kembalian tanpa adanya an-taraadhin dan definisi ridha yang telah dijelaskan diatas?
Sumber: (1) Buku Pintar Halal Haram Sehari-hari yang ditulis oleh Atiqah Hamid, diterbitkan oleh DIVA Press (Anggota IKAPI) 2012. (2) https://finance.detik.com/moneter/d-6626444/bayar-uang-kembalian-pakai-permen-bisa-didenda-rp-200-juta-ini-aturannya/amp
Komentar
Posting Komentar