Tuhan Telah Mati, Tuhan Tetap Mati, dan Kita Yang telah Membunuhnya
"Tuhan telah mati, Tuhan tetap mati, dan kita yang telah membunuhnya." - Friedrich Nietzsche.
Frasa tersebut merupakan kutipan terkenal dari filsuf Jerman yang bernama Friedrich Nietzsche. Kutipan tersebut muncul dalam karya beliau yang berjudul "Die frohliche wissenschaft" pada tahun 1883.
Dari frasa tersebut, begitu banyak interpretasi dari beragam perspektif. Dalam goresan kali ini, kita akan ulik dari perspektif ketidaksesuaian antara keyakinan agama dan perilaku realita hingga pergeseran dominasi konservatif kesekuler. Sebagimana kita ketahui bahwa banyak manusia yang terlibat dalam kejahatan, seperti menghakimi, KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), dan masih banyak lagi. Memang kejahatan tak dapat disangkal, tapi sudah eksplisit bahwa yang mereka lakukan tersebut merupakan bentuk kejahatan. Bukankah semua agama mengajarkan kita ihwal kebaikan?
Banyak manusia yang mengaku bertuhan, namun terlibat dalam tindakan amoral. Ngakunya sih beragama, tapi kok enggak merepresentasikan agamanya? Manusia mulai mencari makna hidup dan value-value baru dieksternal kerangka agama. Kehilangan kepercayaan pada Tuhan mengorientasikan pada munculnya pemikiran bahwa manusia harus menciptakan value-value mereka sendiri. Dalam agama yang sama, kita kerapkali mendapati perbedaan asumsi, interpretasi, dan pemahaman. Sialnya, bukannya saling mentolerir, kita malah saling mengkafirkan. Betul tidak?
Pada konteks lainnya, frasa tersebut merupakan bagian dari pemikiran Friedrich Nietzsche yang menggambarkan perkembangan masyarakat modern yang semakin menjauhkan diri dari value-value agama. Friedrich Nietzsche menginterpretasikan bahwa dalam perkembangan sosial dan intelektual manusia, keyakinan dalam Tuhan dan agama semakin ciut.
"Tuhan telah mati" ini mengindikasikan pada kehilangan keyakinan dalam value-value agama.
"Tuhan tetap mati" mengimplikasikan bahwa manusia modern terus hidup tanpa bergantung pada agama.
"Kita yang telah membunuhnya" memiliki makna bahwa manusia modern dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran akal sehatnya telah menggantikan posisi agama untuk menjalani kehidupan.
Lewat frasa tersebut, Friedrich Nietzsche menggambarkan bahwa pergeseran budaya dari dominasi agama kemasyarakat sekuler yang lebih mengandalkan pemikiran rasional dan saintis.
Berikan opini random anda pada kolom komentar dibawah, ya.
Komentar
Posting Komentar