Guru Bukanlah Dewa, Murid Bukanlah Kerbau


“Guru yang tak tahan kritik, boleh masuk keranjang sampah. Guru bukanlah Dewa yang selalu benar, dan murid bukanlah kerbau.” (Soe Hok Gie).


Guru merupakan sosok pemberi ibrah dan tauladan kepada muridnya. Guru adalah sosok yang sama dengan muridnya, yakni sama-sama pernah berproses. Guru dulunya berproses dari awalnya murid lalu menjadi guru. Sedangkan murid, ia berproses untuk menjadi seorang guru.


Maksud guru disini dapat dimaknai secara universal. Bukan hanya guru yang mengajarkan dibangku sekolah maupun perkuliahan saja. Akan tetapi, di segala simfoni kehidupan.


Apabila kita berbicara guru yang mengajari muridnya dibangku pendidikan formal dewasa ini, dapat penulis katakan sungguh ironis. Mengapa demikian? Sebab, beberapa guru yang penulis jumpai saat ini justru mempunyai sikap yang anti-mainstream. Anti-mainstream dalam hal ini maksudnya ialah bagaimana ia bersikap terhadap muridnya yang seolah-olah menjadi sosok penguasa dengan otoritas yang berorientasi otoriter nan keras.


Umpamanya, dalam hal menetapkan sebuah kebijakan dikelas tanpa adanya demokrasi dalam penetapannya, bersikap arogan dengan mengkerdilisasi muridnya, datang hanya untuk mendengar tanpa adanya penjelasan ataupun meratakan yang bengkok dari muridnya, dan masih banyak lagi. 


Sedangkan murid dewasa ini, berdasarkan pengamatan penulis, beberapa murid saat ini mempunyai rasa gengsi yang tinggi. Mereka mengadakan yang tidak ada, dan meniadakan yang ada. Mungkin rasa gengsi ini merupakan proses dimana mereka masih idealis, dan belum merenungi realitasnya.


Murid mesti mengambil sikap ihwal apa yang tidak benar. Apabila seorang guru menggaungkan hal-hal yang tidak benar, mengkerdilisasi seseorang, menetapkan kebijakan semena-mena dan bahkan antikritik, maka murid dalam hal ini mesti melawan. Jangan apatis, dan jangan berlarut dalam aliran sungai tanpa ada muara yang jelas (jangan fomo). 


Apa salahnya seorang murid mengikuti minoritas yang mempunyai etos yang benar, ketimbang mengikuti mayoritas yang subtansinya di isi oleh sejumlah orang-orang fomo tanpa tau apa yang tengah diperjuangkan.


Murid mesti mempunyai etos kritis dan berani mengambil sikap. Itulah yang membuat diferensiasi antara murid dengan orang yang ngangong-ngangong.


Pada akhirnya, guru dan murid dewasa ini perlu bercermin pada dirinya sendiri ihwal sikapnya selama ini. Guru merupakan sosok barang mewah yang terus merawat bangsa ini untuk terus berkeadaban. Sedangkan murid merupakan sosok penerus dari gurunya, dan mengintegrasikan hal-hal yang bengkok menjadi lurus kembali. Maka dari itu, mari merefleksikan diri melalui statmentnya Soe Hok Gie.


“Guru yang tak tahan kritik, boleh masuk keranjang sampah. Guru bukanlah Dewa yang selalu benar, dan murid bukanlah kerbau.” (Soe Hok Gie).


Tulisan ini bukanlah sebuah tulisan untuk mengkerdilisasi betapa ironisnya ataupun bobroknya guru dan murid saat ini. Akan tetapi, tulisan ini penulis muarakan untuk kita saling merefleksikan diri untuk membenahi apa yang telah terjadi.


Berikan opini random Anda pada kolom komentar dibawah.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamat Sempro

Seminar Proposal Skripsi Ku

Selamat Ulang Tahun Sayang